Investasi

down-icon
item
Investasi di pasar terbesar dunia dengan Saham AS

Fitur

down-icon
support-icon
Fitur Pro untuk Trader Pro (Segera Hadir)
Temukan fitur untuk menjadi trader terampil

Advanced Order

support-icon
Dirancang untuk Investor (Segera Hadir)
Berbagai fitur untuk investasi dengan mudah

Biaya

Akademi

down-icon

Lainnya

down-icon
item
Temukan peluang eksklusif untuk meningkatkan investasi kamu
support-icon
Bantuan

Hubungi Kami

arrow-icon

Pluang+

chatRoomImage

Scan kode QR untuk download Pluang di Android dan iOS.

Informasi Terkini UntukmuBlogBerita & AnalisisPelajariKamus
bookmark

Cari berita, blog, atau artikel

Berita & Analisis

Pasar Sepekan: The Fed Berulah, Saham AS hingga Kripto Kena Tulah

Pasar Sepekan: The Fed Berulah, Saham AS hingga Kripto Kena Tulah

8 Jan 2022, 3:01 AM·Waktu baca: 8 menit
Kategori
Pasar Sepekan: The Fed Berulah, Saham AS hingga Kripto Kena Tulah

Investor saham AS, apalagi kripto, kompak gigit jari melihat nilai portofolio asetnya terjun bebas di pekan pertama tahun ini. Untungnya, investor pasar modal domestik masih bisa mengembangkan senyum di tengah badai tersebut. Yuk, simak ulasannya di Pasar Sepekan berikut.

Pasar Aset Kripto Sepekan

Musim dingin yang melanda belahan bumi utara nampaknya juga terpantau di aset kripto sepanjang pekan ini. Betapa tidak, 10 aset kripto berkapitalisasi terbesar sejagat terpuruk di zona merah dalam tujuh hari terakhir.

Secara umum, segudang sentimen negatif menjadi biang kerok sendunya pasar kripto selama sepekan terakhir.

Di awal pekan, pelaku pasar berbondong-bondong melakukan aksi jual gara-gara kabar miring dari China. Otoritas negara tirai bambu itu diketahui meminta warganya yang kebetulan menjadi investor kripto untuk segera 'pindah rumah' dari platform exchange kripto asal China paling lambat 31 Desember lalu.

Namun, tekanan lebih parah datang di pertengahan pekan setelah bank sentral Amerika Serikat The Fed mengumumkan niatan untuk mempercepat kenaikan suku bunga acuan di tahun ini. Rencana tersebut dimuat di dalam risalah rapat The Fed Desember (minutes of meeting) Desember yang dirilis Rabu (5/1).

Pengumuman bank sentral AS itu bikin pelaku pasar minggat dari pasar kelas aset berisiko, khususnya saham dan aset kripto.

Fakta menariknya, pelaku pasar sejatinya sudah mengantisipasi niatan tersebut sejak akhir tahun lalu. Namun, reaksi mereka lumayan keras lantaran tak menyangka bahwa The Fed akan bersikap super hawkish.

Kena Jab Sana-Sini, Bitcoin 'Mati Suri'

Niatan pengetatan kebijakan moneter The Fed sukses mengantar sang raja aset kripto, Bitcoin (BTC), amblas 5,19% dan aliran dana US$222 juta pun lenyap dari pasar BTC hanya dalam satu jam saja.

Namun, penderitaan Bitcoin tak berhenti sampai situ. Berdasarkan tabel di atas, nilai BTC pasrah lunglai 9,92% dalam sepekan. Biang keladinya adalah amblasnya hash rate penambangan Bitcoin sampai 18% gara-gara kebijakan pemerintah Kazakhstan.

Ya, tingkat hash rate Bitcoin longsor setelah aktivitas penambangan Bitcoin di negara eks Uni Soviet tersebut pingsan akibat pemadaman jaringan internet yang dilakukan pemerintah Kazakhstan menyusul kerusuhan anti-pemerintah yang tengah berlangsung di sana.

Sekadar informasi, Kazakhstan kini menyandang status sebagai negara 'penambang' Bitcoin terbesar ke-dua di dunia setelah China. Makanya, tak heran jika sikap keras Kazakhstan tersebut bikin harga BTC oleng seketika.

Beberapa analis mengatakan bahwa lesunya performa BTC sepanjang pekan ini menunjukkan bahwa bear market sudah terkonfirmasi setengahnya.

Namun ternyata, kesempatan ini pun dimanfaatan oleh para bandar Bitcoin alias whales untuk memborong BTC mumpung harganya murah, atau dikenal dengan istilah buy the dip. Buktinya, pada Jumat (7/1), tiga whales terpantau membeli lebih dari 5.300 BTC dengan nilai fantastis US$225,2 juta.

Dari sisi teknikal, BTC telah menjebol area support-nya pada Selasa di titik US$46.300, tepat sebelum perilisan risalah The Fed. Untuk saat ini, BTC masih tertahan di area krusial US$39.000-US$42.000.

Solana Bersedih, MANA Makin Canggih

Kelompok altcoin pun tak jauh berbeda dengan BTC. Menengok tabel di atas, Sobat Cuan bisa melihat bahwa nilai Solana (SOL) terjungkal parah 18,95% dalam sepekan terakhir.

Selain akibat sentimen umum pasar kripto di atas, SOL terlunta-lunta akibat pemadaman jaringan dadakan sebanyak dua kali pekan ini. Komunitas kripto mengaitkan aksi tersebut dengan serangan DDos yang menyerang jaringan Solana, namun pengembangnya Solana Labs buru-buru membantah rumor tersebut.

Adapun bintang utama pasar kripto selama sepekan terakhir adalah Chainlink (LINK) dan Harmony (ONE) yang nilainya masing-masing terdongkrak 33,27% dan 32,32%.

Kuat dugaan, nilai LINK melesat bak roket seiring permintaan atas jasa oracle milik Chainlink dari pengembang platform keuangan terdesentralisasi (DeFi). Selain itu, pelaku pasar juga getol menggenggam token LINK. Kini, pelaku pasar meng-hodl LINK senilai US$75 miliar, melambung dari US$7 miliar di awal 2021.

Kabar lain di pasar kripto datang dari Decentraland. Raksasa teknologi Korea Selatan Samsung ternyata telah membuka gerai virtualnya di metaverse tersebut meski untuk sementara waktu. Toko tersebut, yang diberi nama 837X, merupakan versi virtual dari salah satu gerai utamanya di New York bernama 837 Flagship Store.

Selain sebagai ajang pamer produk-produknya, toko virtual tersebut juga akan mempertontonkan hutan reforestasi besutan Samsung bersama platform Cardano bernama Veritree. Tak ketinggalan, Samsung juga akan mengundi 837 tamu yang beruntung untuk mendapat doorprize. Sobat Cuan pecinta giveaway tertarik gak, nih?

Sayangnya, langkah Samsung tersebut tak cukup kuat mendongkrak nilai koin native Decentraland, MANA, yang ternyata lunglai 5,73% dalam sepekan terakhir.

Pasar Saham AS Sepekan

Nasib apes tak hanya dialami pasar kripto saja karena indeks saham AS pun ikutan longsor. Selama pekan ini, nilai Dow Jones Industrial Average (DJIA) luluh 0,25%, sementara nilai S&P 500 dan Nasdaq Composite masing-masing amblas 1,85% dan 4,46%.

Sama seperti yang terjadi di pasar kripto, indeks saham AS pun keringat dingin pasca The Fed mengumumkan percepatan kenaikan suku bunga acuannya.

Hasil rapat The Fed menunjukan bahwa tingkat ketenagakerjaan di AS sudah mencapai full employment disertai dengan inflasi yang meradang. Alhasil, beberapa pejabat The Fed menyarankan bahwa bank sentral AS tersebut bisa mengerek suku bunga pada Maret disusul dengan langkah untuk menyusutkan neraca mereka.

The Fed juga memperkirakan akan mempercepat tapering di akhir kuartal I tahun ini dan memajukan jadwal menaikan suku bunga acuan dari kuartal 1 2023 ke Juni 2022. Nah, sikap The Fed yang sangat hawkish ini bikin gusar para pelaku pasar, sehingga mereka menghindari aset berisiko tinggi pada minggu ini dan beralih ke aset yang 'aman-aman saja'. Buktinya, imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun meroket 14,7% sepanjang pekan ini gara-gara ekspektasi kebijakan The Fed yang lebih agresif.

Nah, aksi pelaku pasar tersebut pun berimbas paling kuat terhadap saham raksasa teknologi berkategori growth stocks. Kenapa demikian?

Sekadar informasi, kinerja keuangan saham growth stocks sangat tergantung dengan pertumbuhan ekonomi. Nah, kenaikan suku bunga acuan akan menghambat pertumbuhan konsumsi dan investasi, yang ujungnya bisa menyandung pertumbuhan ekonomi. Sehingga, kinerja keuangan emiten berkategori growth stocks bisa goyah.

Maka dari itu, tak heran jika nilai saham Apple turun 3,19% dalam sepekan terakhir, disusul oleh saham Meta yang turun 1,92% dan Microsoft yang amblas 6,35% di waktu yang sama. Saham-saham tersebut punya bobot besar di indeks saham Wall Street, sehinga tak heran jika indeks AS pun ikut terseret.

Trio indeks saham Wall Street pun makin terjungkal parah setelah data Non Farm Payroll Desember terbilang mengecewakan. Pada bulan lalu, AS ternyata mencetak 199.000 tenaga kerja baru atau lebih rendah dari ekspektasi 400.000 tenaga kerja. Kabar baiknya, tingkat pengangguran AS bulan lalu bertengger di 3,9%, atau lebih rendah dari ekspektasi pasar 4,2%.

Nah, data tersebut menegaskan kesimpulan The Fed bahwa pasar tenaga kerja telah pulih meskipun ada kekurangan pekerjaan sejak Februari 2020.

Pasar Emas Sepekan

Harga emas juga ikut melemah 1% mengikuti pasar saham AS dan aset kripto. Musababnya, apalagi kalau bukan niatan The Fed untuk memperketat kebijakan moneternya di tahun ini.

Niatan The Fed tersebut mengerek tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS. Sehingga, pelaku pasar pun tentu melepas emas demi instrumen tersebut.

Namun, investor emas di dalam negeri bisa sedikit tersenyum lantaran nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS cukup kuat pada pekan ini. Sehingga, mereka tidak usah membeli emas dengan harga yang lebih mahal.

Di akhir pekan , harga emas mencoba menembus level psikologis US$1.800 per ons akibat lemahnya data Non Farm Payrolls. Namun, upaya tersebut sepertinya gagal.

Baca juga: Rangkuman Kabar: NFT Jadi Objek Pajak, Dominasi Ethereum Bisa Dibajak

Pasar Domestik Sepekan

Meski pasar kelas aset lain terpantau mending, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih bisa bergaya necis dengan tumbuh 1,8% sepanjang pekan pertama tahun ini.

Investor asing nampak agresif untuk memborong saham-saham domestik, terbukti dari net foreign buy investor asing sebesar Rp2,19 triliun di pekan ini. Mereka terlihat getol mengincar saham sektor perbankan seperti PT Bank Jago Tbk (ARTO), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan juga PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI).

Dari sisi teknikal, IHSG berhasil retest support-nya pada 6 Januari. Nampaknya, para investor tanah air sudah bisa tenang karena kekhawatiran terbentuknya pola head and shoulder pada Desember lalu sudah sirna. IHSG diprediksikan akan melakukan test resistance terdekat di sekitar 6.720 hingga 6.780.

Allo Bank 'Diserbu' Grup Salim, Bukalapak, Grab, Traveloka dan Carro

Berita mengejut datang dari bank mini milik Chairul Tanjung, PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) yang tiba-tiba 'diserbu' unicorn hingga taipan dalam negeri. Ya, grup Salim, PT Bukalapak Tbk (BUKA), Grab, Traveloka, dan Carro dikabarkan akan menjadi pemegang saham Allo Bank lewat aksi rights issue yang digelar bulan ini.

Ya, BBHI berencana menerbitkan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) sebanyak 10,04 miliar atau 46,24% dari modal ditempatkan dan disetor penuh dengan harga Rp 478 per lembar. Traveloka, Grab, dan Carro dikabarkan akan mengambil 7%, 2% dan 1% dari aksi right issue tersebut.

Mega Corpora, selaku pemegang 90% saham BBHI, rencananya hanya berniat mengeksekusi 30% dari hak rights issue-nya. Sehingga, kepemilikannya akan terdilusi menjadi 63.82%. Di sisi lain, Bukalapak dan Grup Salim akan memegang 12.05% dan 6,29% saham Allo Bank.

Aksi korporasi tersebut akan menguntungkan Allo Bank dan Bukalapak. Betapa tidak, Allo Bank sendiri akan punya ekosistem yang sangat besar, dimulai dari penjualan mobil, transportasi online, e-commerce, online travel, dan masih banyak lagi. Nah, berkat aksi tersebut, Allo Bank kemungkinkan bisa bersaing head-to-head dengan bank backing-an GoTo, PT Bank Jago Tbk (ARTO).

Sementara itu, bagi Bukalapak, keuntungan dari aksi tersebut diharapkan bisa memutar balikkan laporan keuangannya. Hitungan kasarnya, BUKA yang akan memiliki saham BBHI sebanyak Rp1,19 triliun bisa mendapatkan cuan 2.023% di kuartal I saja.

Baca juga: Rangkuman Pasar: IHSG Kembali Segar, Laju ATOM Kian Cetar

Jokowi Cabut Ribuan Izin Perusahaan Tambang

Kabar lainnya, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pemerintah telah mencabut 2.078 izin perusahaan penambangan mineral dan batu bara karena tak pernah menyampaikan rencana kerja. Di samping itu, pemerintah juga telah mencabut 192 izin di bidang perhutanan.

Jokowi berujar, pemerintah mengambil langkah tersebut demi memperbaiki tata kelola sumber daya alam di Indonesia. Ia juga menyebut, izin sektor pertambangan, perhutanan dan penggunaan lahan negara akan terus dievaluasi secara menyeluruh.

Nah, pasar modal pun kecipratan berkahnya. Sobat Cuan bisa melihat bahwa kinerja harga saham emiten pertambangan bergerak positif pekan ini. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya penambang bandel, sehingga berimbas positif ke pemain yang mengikuti regulasi pemerintah.

Tak heran jika nilai saham PT Indika Energy Tbk (INDY) dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO) melonjak 8,4% dan 8% dalam sepakan. Selain dari pertambangan, para pelaku usaha perkebunan sawit juga diuntungkan dengan inisiatif dari pemerintah tersebut.

Nikmati Keuntungan dengan Investasi Aman di Pluang!

Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emasS&P 500 dan Nasdaq index futures, serta aset kripto dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!

Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!

Ditulis oleh
channel logo

Marco Antonius

Right baner

Bagikan artikel ini

Apakah artikel ini berguna untukmu?

like
like
Right baner
no_content

Trading dan Investasi dengan Super App Investasi  #1

Daftar